Sabtu, 06 April 2013

Model Pembelajaran Terbaru



Model model Pembelajaran Terbaru

http://www.bakharuddin.net/2012/11/model-model-pembelajaran-terbaru.html
Model-model Pembelajaran terbaru dapat dilihat dibawah ini :
1. Lesson Study
2. Examples Non Examples
3. Picture and Picture
4. Numbered Heads Together
5. Cooperative Script
6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)
8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)
9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
10. Student Facilitator and Explaining
11. Course Review Horay
12. Talking Stick
13. Bertukar Pasangan
14. Snowball Throwing
15. Artikulasi
16. Mind Mapping
17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)
19. Scramble
20. Word Square
21. Kartu Arisan
22. Concept Sentence
23. Make – A Match (Mencari Pasangan)
24. Take and Give
25. Tebak Kata
26. Metode Diskusi
27. Metode Jigsaw
28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
29. Metode Inquiry
30. Metode Debat
31. Metode Role Playing
32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
33. Metode Team Games Tournament (TGT)
1. Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah ‘lesson study’ sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode ‘lesson study’ sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
2. Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

2. Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

3. Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu.
2. Banyak siswa yang pasif.

4. Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

5. Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2. Setiap siswa mendapat peran.
3. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
1. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
2. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.
Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.

8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)
Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
Langkah-langkah:
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap keluar.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam sehingga masing-masing siswa mendapat pasangan baru.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.
Kelebihan:
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
Kekurangan:
1. Membutuhkan ruang kelas yang besar.
2. Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.
3. Rumit untuk dilakukan.

9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap wacana/ kliping.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana / kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan / membacakan hasil kelompok.
5. Guru membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain.
Kekurangan:
Pada saat presentasi hanya siswa yang aktif yang tampil.

10. Student Facilitator and Explaining
Siswa / peserta mempresentasikan ide / pendapat pada rekan peserta lainnya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi.
3. Memberikan kesempatan siswa / peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan / peta konsep maupun yang lainnya.
4. Guru menyimpulkan ide / pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup.
Kelebihan:
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di pikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Kekurangan:
1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif.

11. Course Review Horay
Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk.
3. Memberikan siswa tanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah diisi tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau yel-yel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh.
8. Penutup.
Kelebihan:
1. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya.
2. Melatih kerjasama.
Kekurangan:
1. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.
2. Adanya peluang untuk curang.

12. Talking Stick
Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/ paketnya.
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
5. Guru memberikan kesimpulan.
6. Evaluasi.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).
Kekurangan:
Membuat siswa senam jantung.

13. Bertukar Pasangan
Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.
Langkah-langkah:
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
Kelebihan:
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama, mempertahankan pendapat.
2. Semua siswa terlibat.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lama.
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

14. Snowball Throwing
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.

15. Artikulasi
Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang menceritakan materi yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai pendengar setelah itu berganti peran.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Suruh siswa secara bergiliran/ diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi / menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/ penutup.
Kelebihan:
1. Semua siswa terlibat (mendapat peran).
2. Melatih kesiapan siswa.
3. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain.
Kekurangan:
1. Untuk mata pelajaran tertentu.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.
3. Materi yang didapat sedikit.

16. Mind Mapping
Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mengemukakan konsep/ permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa , sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-5 orang.
4. Tiap kelompok menginventarisasi/ mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.
5. Tiap kelompok membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.
Kelebihan:
1. Dapat mengemukakan pendapat secara bebas.
2. Dapat bekerjasama dengan teman lainnya.
Kekurangan:
1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat.
2. Tidak sepenuhnya murid yang belajar.

17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)
Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya terhadap tugas yang berangkai.
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerjasama antarkelompok, siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerjasama mereka.
4. Laporan hasil kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
5. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Dapat bertukar pikiran dengan siswa yang lain.
Kekurangan:
1. Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.

19. Scramble
Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi siswa.
Langkah-langkah:
1. Guru menyajikan materi sesuai topik.
2. Membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunannya.
Kelebihan:
1. Memudahkan mencari jawab.
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut.
Kekurangan:
1. Siswa kurang berpikir kritis.
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lain.

20. Word Square
Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi.
2. Guru membagikan lembar kegiatan sesuai contoh.
3. Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Kelebihan:
1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2. Melatih untuk berdisiplin.
Kekurangan:
1. Mematikan kreatifitas siswa.
2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.

21. Kartu Arisan
Siswa dibentuk kelompok dan setiap jawaban digulung dan dimasukkan ke dalam gelas kemudian siswa yang memegang kartu jawaban menjawab setelah dikocok terlebih dahulu.
Langkah-langkah:
1. Bentuk kelompok orang secara heterogen.
2. Kertas jawaban bagikan pada siswa masing-masing 1 lembar / kartu soal digulung dan dimasukkan ke dalam gelas.
3. Gelas yang telah berisi gulungan soal dikocok, kemudian salah satu yang jatuh diberikan agar dijawab oleh siswa yang memegang kartu jawaban.
4. Apabila jawaban benar maka siswa dipersilakan tepuk tangan atau yel-yel lainnya.
5. Setiap jawaban yang benar diberi poin 1 sebagai nilai kelompok sehingga nilai total kelompok merupakan penjumlahan poin dari para anggotanya.
Kelebihan:
Pembelajaran yang menarik dihubungkan dengan kehidupan nyata.
Kekurangan:
1. Tidak semua terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2. Nilai tergantung pada individu yang mempengaruhi nilai teman lain.

22. Concept Sentence
Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai materi yang disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ tpk yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.

23. Make – A Match (Mencari Pasangan)
Siswa disuruh untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban / soal sebelum batas waktunya, yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya.
7. Kesimpulan.
8. Penutup.
Kelebihan:
Melatih untuk ketelitian, kecermatan dan ketepatan serta kecepatan.
Kekurangan:
Waktu yang cepat, kurang konsentrasi.

24. Take and Give
Siswa diberi kartu untuk dihapal sebentar kemudian mencari pasangan untuk saling menginformasikan, selanjutnya siswa diberi pertanyaan sesuai dengan kartunya.
Langkah-langkah:
1. Siapkan kelas sebagaimana mestinya.
2. Jelaskan materi sesuai topik menit.
3. Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit.
4. Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasikan materi sesuai kartu masing-masing. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu control.
5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing.
6. Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
7. Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan.
8. Kesimpulan.
Kelebihan:
Dilatih memahami materi dengan waktu yang cepat.
Kekurangan:
Tidak efektif dan terlalu bertele-tele.

25. Tebak Kata
Metode ini menggunakan kartu yaitu kartu ukuran 10 x 10 cm dan diidi ciri-ciri kata lainnya yang mengarah pada jawaban, yang kedua kartu ukuran 5 x 2 cm untuk menulis kata / istilah yang mau ditebak.
Langkah-langkah:
1. Jelaskan materi menit.
2. Suruh siswa berdiri di depan kelas dan berpasangan.
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa lainnya diberi kartu berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10 x 10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud pada kartu 10 x 10cm. Jawab yang tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempel di dahi.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis pada kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
Kelebihan:
Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
Kekurangan:
Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu terbatas.

26. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
a. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
b. memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
c. mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
d. membantu siswa belajar berpikir secara kritis
e. membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman
f. membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah
g. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.
b. Guru menjelaskan tujuan diskusi.
c. Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.
d. Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.
e. Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
f. Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
g. Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.
h. Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
i. Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
j. Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
b. Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan.
c. Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
d. Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
e. Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
f. Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
g. Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
i. Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
j. Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama.
d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.
f. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
i. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
j. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:
a. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.
b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
d. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.
e. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.
f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

27. Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

29. Metode Inquiry
Metode ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. Kelebihan metode ini mendorong siswa berpikir secara ilmiah, kreatif, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

30. Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

31. Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

33. Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada 5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

Sumber : http://syu3f.blogspot.com/2010/02/model-model-pembeajaran-terbaru.html

Ciri Pebelajaran Aktif di Kelas



http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/12/ciri-ciri-pembelajaran-aktif-di-kelas/
Pembelajaran aktif atau active learning adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pembelajaran aktif telah diyakini oleh sebagian besar para teoritisi, praktisi dan pemegang kebijakan di hampir seluruh belahan muka bumi ini sebagai sebuah konsep pembelajaran yang memberikan harapan bagi tercapainya mutu pembelajaran. Berpegang  pada gagasan yang disampaikan oleh  Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah ciri-ciri  terjadinya pembelajaran aktif pada setting kelas:
  1. Kegiatan belajar suatu kompetensi dikaitkan dengan kompetensi lain pada suatu mata pelajaran atau mata pelajaran lain.
  2. Kegiatan belajar menarik minat peserta didik.
  3. Kegiatan belajar terasa menggairahkan peserta didik.
  4. Semua peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar.
  5. Mendorong peserta didik berpikir secara aktif dan kreatif.
  6. Saling menghargai pendapat dan hasil kerja (karya) teman.
  7. Mendorong rasa ingin tahu peserta didik untuk bertanya.
  8. Mendorong peserta didik melakukan eksplorasi (penjelajahan).
  9. Mendorong peserta didik mengekspresi gagasan dan perasaan secara lisan, tertulis, dalam bentuk gambar, produk 3 dimensi, gerak, tarian, dan / atau permainan.
  10. Mendorong peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan.
  11. Menciptakan suasana senang dalam melakukan kegiatan belajar.
  12. Mendorong peserta didik melakukan variasi kegiatan individual (mandiri), pasangan, kelompok, dan / atau seluruh kelas.
  13. Mendorong peserta didik bekerja sama guna mengembangkan keterampilan sosial.
  14. Kegiatan belajar banyak melibatkan berbagai indera.
  15. Menggunakan alat, bahan, atau sarana bila dituntut oleh kegiatan belajar.
  16. Melibatkan kegiatan melakukan, seperti melakukan observasi, percobaan, penyelidikan, permainan peran, permainan (game).
  17. Mendorong peserta didik melalui penghargaan, pujian, pemberian semangat.
  18. Hasil kerja (karya) peserta didik dipajangkan.
  19. Menerapkan teknik bertanya guna mendorong peserta didik berpikir dan melakukan kegiatan.
  20. Mendorong peserta didik mencari informasi, data, dan mencari jawaban atas pertanyaan.
  21. Mendorong peserta didik menemukan sendiri.
  22. Peserta didik pada umumnya berani bertanya secara kritis.
Untuk dapat memenuhi seluruh Ciri Pembelajaran Aktif di atas tentu bukan hal yang mudah, khususnya bagi kawan-kawan yang sudah tertiasa dengan pola  pembelajaran pasif. Oleh karena itu,  mari  kita mencoba memenuhi dan mempraktikannya di kelas, mulai dari  hal yang paling mungkin untuk dilaksanakan.
==========
Sumber: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010.  Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif; Buku I Bahan Pelatihan  Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.
 ==========
REFLEKSI:
Dari sejumlah Ciri-Ciri Pembelajaran Aktif di atas, menurut Anda hal mana yang paling sulit untuk dapat dipenuhi di kelas Anda?
Adakah solusi terbaiknya?

Jumat, 05 April 2013

Teori Belajar dan Motivasi



oleh : Akhmad Sudrajat
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-belajar/
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C) teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  • Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  • Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  • Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  • Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  • Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  • Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
D. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.




oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
  • Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
  • Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
  • Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
  • Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
  • Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
  • Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
  • Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
  • Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
  • Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
  • Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
  • Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
  • Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.