Pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik
dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau
kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan,
sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta
didik berada baik lin
A. Prinsip Pembelajaran
Matematika Realistik
Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu: a)
guided reinvention and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology,
dan c) self-developed models. Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut.
1. Guided
reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali terbimbing/pematematikaan
progresif)
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari
masalah kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian
dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas,
sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat
dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan
rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang
pembelajaran dengan pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali
(re-invention), dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus
matematika.
Menurut penulis, prinsip penemuan ini mengacu
pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa,
melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan
itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
2.
Didactical
phenomenology (fenomena pembelajaran)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan
fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah
kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR,
didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam
aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk
dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai
poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
3.
Self
– developed models (model-model dibangun sendiri).
Menurut prinsip ini, model-model yang
dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika
formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk
membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang
dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul
berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin
masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari
re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi.
Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk
matematika formal. Dalam PMR diharapkan terjadi urutan pengembangan model
belajar yang bottom up.
B. Karakteristik Pembelajaran Metematika Realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama
PMR di atas, PMR memiliki lima karakteristik, yaitu: a) the use of context
(menggunakan masalah kontekstual), b) the use models (menggunakan berbagai
model), c) student contributions (kontribusi siswa), d) interactivity
(interaktivitas) dan e) intertwining (terintegrasi).
Penjelasan secara singkat
dari kelima karakteristik tersebut, secara singkat adalah sebagai berikut.
a)Menggunakan masalah kontekstual.
Pembelajaran matematika diawali dengan
masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual
tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber
untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat
sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh
siswa. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk
membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar
matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk
memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan (4) untuk melatih
kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata
(realitas).
b)Menggunakan berbagai model.
Istilah model berkaitan dengan model
matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah
kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa
untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari
situasi informal ke formal.
c)Kontribusi siswa.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada
pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain,
kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa,
bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan
dan dihargai.
d)Interaktif.
gkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat
dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran matematika realistik menggunakan
masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik tolak dalam belajar
matematika. Perlu dicermati bahwa suatu hal yang bersifat kontekstual dalam
lingkungan siswa di suatu daerah, belum tentu bersifat konteks bagi siswa di
daerah lain. Contoh berbicara tentang kereta api, merupakan hal yang konteks
bagi siswa yang ada di pulau Jawa, namun belum tentu bersifat konteks bagi
siswa di luar Jawa. Oleh karena itu pembelajaran matematika dengan pendekatan
realistik harus disesuaikan dengan keadaan daerah tempat siswa berada.
Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan
suatu “keharusan” dalam menghadapi dunia yang tidak menentu. Siswa perlu
dipersiapkan bagaimana mendapatkan dan menyelesaikan masalah. Masalah yang
disajikan ke siswa adalah masalah kontekstual yakni masalah yang memang
semestinya dapat diselesaikan siswa sesuai dengan pengalaman siswa dalam
kehidupannya