http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/01/20/pendekatan-dan-metode-pembelajaran-dalam-kurikulum-2013/
Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses
pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar),
asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula,
bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dengan sifat
pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum 20013,
Bahan Uji Publik, Kemendikbud)
Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya
meyakini, secara konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum
2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati kurikulum 2004 (KBK) dan
Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama
seperti apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK
dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep
pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran
Konstruktivisme, PAKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning, Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan
Masalah, Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif
dengan aneka tipenya, dan
sebagainya.
Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013,
konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh berbeda.
Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep
pembelajaran mutakhir tersebut telah terimplementasikan di lapangan?
Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus
implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK dan KTSP, yang tentunya
tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi
dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaan kira-kira seperti
ini:
“Anggap saja dalam satu semester terjadi 16 kali
pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan pembelajaran dengan
menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?”
Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya
cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan
pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode
ceramah (Chalk and Talk Approach).
Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan
dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan KTSP, setidaknya saya melihat
ada 2 (dua) sisi permasalahan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:
1.
Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).
Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam
dua kategori: (a) kategori berat, yaitu mereka yang menunjukkan
ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran
mutakhir, mengenal judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika
mengajar dia berdiri di depan kelas – atau bahkan hanya duduk di kursi
guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir
pelajaran, sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya
secara terus menerus sepanjang tahun; dan (b) kategori sedang.
Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis
pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan
untuk menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode
pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.
2. Masalah
keterbatasan motivasi (kemauan).
Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi
kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah memiliki pengetahuan dan
keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya
mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop
yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka
berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge,
tetapi lambat laun semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan
cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.
Kembali kepada persoalan Pendekatan dan
Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini telah
menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi
Kurikulum 2013 [lihat: Keberhasilan
Kurikulum 2013]. Hampir
bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu
berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan
pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013.
Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang
teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian saya berharap dalam rangka
implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan
saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti,
perlu ada upaya-upaya tertentu untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar
dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan dan metode pembelajaran
yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan
melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin
lebih penting dari sekedar menanamkan kemampuan.
Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan
berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013,
niscaya kehadiran Kurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan
tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013
dengan Kurikulum sebelumnya. Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara
Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?