Tampilkan postingan dengan label Metode. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Metode. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 April 2013

Pendekatan dan Metode Pembelajaran Kurikulum 2013



http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/01/20/pendekatan-dan-metode-pembelajaran-dalam-kurikulum-2013/
Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum 20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud)
Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya meyakini, secara konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati  kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama seperti  apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran Konstruktivisme, PAKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum LearningPembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif dengan aneka tipenya, dan sebagainya.
Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh berbeda. Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran mutakhir tersebut telah terimplementasikan di lapangan?
Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK dan KTSP, yang tentunya tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaan kira-kira seperti ini:
Anggap saja dalam  satu semester terjadi 16 kali pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?
Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode ceramah (Chalk and Talk Approach).
Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan KTSP, setidaknya saya melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang  berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:
1.  Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).
Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a) kategori berat, yaitu mereka yang menunjukkan ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran mutakhir, mengenal judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika mengajar  dia berdiri di depan kelas – atau bahkan hanya duduk di kursi guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir pelajaran, sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun;  dan (b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.
2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).
Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge, tetapi lambat laun semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.
Kembali kepada persoalan Pendekatan dan  Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini telah menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi Kurikulum 2013 [lihat: Keberhasilan Kurikulum 2013]. Hampir bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan  metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013.
Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian saya berharap dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti, perlu ada upaya-upaya tertentu untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin lebih penting dari sekedar menanamkan kemampuan.
Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013, niscaya kehadiran Kurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya.  Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?

Sabtu, 16 Maret 2013

Metode Resitasi



METODE RESITASI

http://sainsedutainment.blogspot.com/2012/09/metode-resitasi.html

Pengertian Metode Resitasi 
Imansjah Alipandie (1984:91) dalam bukunya yang berjudul “Didaktik Metodik Pendidikan Umum” mengemukakan bahwa metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah, diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.

 Langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan pelaksanaan metode resitasi
  • Tugas yang diberikan harus jelas
  • Tempat dan lama waktu penyelesaian tugas harus jelas.
  • Tugas yang diberikan terlebih dahulu dijelaskan/diberikan petunjuk yang jelas, agar siswa yang belum mampu memahami tugas itu berupaya untuk menyelesaikannya.
  • Guru harus memberikan bimbingan utamanya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar atau salah arah dalam mengerjakan tugas.
  • Memberi dorongan terutama bagi siswa yang lambat atau kurang bergairah mengerjakan tugas (Sudirman, 1992 : 145)

Kelebihan Metode Resitasi
  • Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
  • Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.

Kelemahan Metode Resitasi
  • Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
  • Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
  • Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.
 

Jumat, 15 Maret 2013

Metode Edutainment Belanbe




http://www.referensimakalah.com/2013/01/metode-edutainment-belanbe.html
Metode ialah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Edutainment adalah akronim dari kata education dan entertainment. Education artinya pendidikan dan entertainment artinya hiburan. Bisa diartikan bahwa edutainment allows children to learn through play. Sedangkan secara epistemologis edutainment dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses pembelajaran yang rileks, menyenangkan dan bebas dari tekanan, baik fisik maupun psikis.
Adapun kata belanbe, merupakan singkatan dari belajar dan bermain. Bagi seorang anak, bermain adalah pekejaan. Bagi mereka, bermain tidak hanya menyenangkan, tetapi juga dibutuhkan bagi perkembangannya. Melalui bermain, anak belajar mengendalikan tubuhnya, mengembangkan keseimbangan dan koordinasi otak, mata dan anggota badan. Melalui bermain, ia menjelajahi dunia materi, mengumpulkan fakta, dan belajar berfikir.
Bermain merupakan metode belajar dalam kesadaran anak untuk menjadikannya orang yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan. Orang tua atau guru yang melarang anak atau peserta didiknya bermain, berpotensi mengacaukan perkembangan anak atau peserta didiknya.
Dengan demikian, metode edutainment belanbe adalah metode pembelajaran berbasis kompetensi yang aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak yakni bermain dan belajar. Pencipta metode Edutainment Belanbe ini adalah Muji Santoso, ketua LSM PAS (Peduli Anak Sekolah).
Konsep dasar edutainment belanbe berupaya agar pembelajaran berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan. Ada tiga asumsi yang menjadi landasannya , yaitu :
Pertama: Perasaan positif (senang/gembira) akan mempercepat pembelajaran, sedangkan perasaan negatif seperti sedih, takut, terancam dan merasa tidak mampu, akan memperlambat belajar atau bahkan bisa menghentikannya sama sekali.
Kedua: Jika seseorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya jitu, maka ia akan membuat loncatan prestasi belajar secara berlipat ganda, hal ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan yang menggembirakan bagi kalangan pendidik.
Ketiga: Apabila setiap pembelajaran dapat dimotivasi dengan tepat dan diajar dengan cara yang benar, cara yang menghargai gaya belajar dan modal itas mereka, maka mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar maksimal dan optimal.
Berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur, maka ada beberapa teori belajar yang relevan dan mendukung konsep edutainment belanbe, yaitu :
  1. Teori Pembelajaran Aktif (Active Learning Theory). Teori ini menyatakan bahwa belajar hendaknya melibatkan multiindera dan dilaksanakan dengan menggunakan variasi metode pembelajaran.
  2. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory). Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran itu harus dirancang agar berlangsung secara tepat, menyenangkan, dan memuaskan.
  3. Teori Revolusi Belajar (The Learning Revolution Theory). Teori ini lebih menekankan pada suasana yang kondusif, yakni suasana relaks, tidak tegang, dan bebas dari tekanan.
  4. Teori Belajar Quantum (Quantum Learning Theory). Penekanan teori ini terdapat pada pencapaian ketenangan dan berfikiran positif sebelum belajar.
  5. Teori Belajar dengan bekerjasama (Cooperatif Learning). Teori ini berdasar pada konsep pembelajaran yang berdasarkan pada penggunaan kelompok-kelompok kecil siswa, sehingga mereka dapat menjalin kerja sama untuk memaksimalkan kelompoknya dan masing-masing melakukan pembelajaran.
  6. Teori Kecerdasan Majemuk. Teori ini dikemukakan oleh Howard Gardner, yang menyatakan bahwa ada keberagaman otak yang meliputi kecerdasan verbal/ linguistic, musical/ ritmis, logis/ matematis, visual/ spasial, jasmaniah/ kinestetik, intrapersonal/ interpersonal, dan naturalis.
Berdasarkan enam konsep (teori) belajar tersebut, maka bisa ditemukan beberapa prinsip yang menjadi karakteristik dari konsepEdutainment Belanbe, yaitu :
Konsep edutainment belanbe adalah suatu rangkaian pendekatan dalam pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses belajar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan motivasi dan hasil belajar.
Konsep dasar edutainment belanbe, seperti halnya konsep belajar akselerasi, berupaya agar pembelajaran yang tejadi beiangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
Konsep edutainment belanbe menawarkan suatu sistem pembelajaran yang dirancang dengan jalinan yang efisien, meliputi diri peserta didik, guru, proses pembelajaran dan lingkungan pembelajaran.
Proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi tampil dalam wajah yang menakutkan, tetapi dalam wujud yang humanis dan dalam interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2007). Moh.Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang, 2009). Robert Andrews, The Routledge Dictionary Of Quotations, (London: Routledge & Kegan Paul, 1987). Ustamir Pedak dan Maslichan, Potensi Kekuatan Otak Kanan dan Otak Kiri, (Yogyakarta: Diva Press, 2009 ).



Metode Edutainment

http://cakheppy.wordpress.com/2011/04/09/metode-edutainment/
1.      Pengertian Edutainment
Sebagaimana telah dijelaskan Sutrisno dalam bukunya “Revolusi Pendidikan di Indonesia” bahwa edutainment berasal dari kata “education (pendidikan)” dan entertainment (hiburan”. Jadi edutainment dari segi bahasa berarti pendidikan yang menghibur atau menyenangkan. Sedangkan dari segi terminology, edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan secara harmonis sehingga pembelajaran terasa menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role–play), dan demonstrasi. Tetapi dapat juga dengan rasa senang – senang dan mereka menikmatinya.[i]
Perpaduan antara belajar dan bermain ini mengacu pada sifat alamiah anak yang dunianya adalah dunia bermain. Bagi anak jarak antara belajar dengan bermain begitu tipis. Pilihan model edutainment ini juga berlandaskan hasil riset cara kerja otak. Penemuan-penemuan terbaru ini bahwa anak akan belajar efektif bila dalam keadaan fun dan bebas dari tekanan (revolution learning).[ii] Adapun pelajaran yang diterapkan dikemas dalam suasana bermain dan bereksperimen sehingga belajar tidak lagi membosankan, tetapi justru merupakan arena bermain yang edukatif dan menyenangkan bagi siswa.
Menurut Mayke dalam bukunya “ Bermain dan Permainan”, sebagai dikutip oleh Anggraini Sudono, mengatakan bahwa dengan bermain akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memanipulasi, mengulang-ngulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung. Mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.[iii]
Pendidikan untuk anak perlu disesuaikan dengan minat serta tahap perkembangan anak, untuk itu pentingnya penerapan bermain dalam belajar, supaya proses dalam belajar mengajar tidak terasa jenuh dan membosankan tetapi menjadi suasana belajar yang fun, enjoy dan menyenangkan. Sebagaimana penjelasan Frobel yang lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta pengetahuan mereka.[iv] Plato, Arsitoteles Fobel, menganggap bermain sebagai kegiatan praktis. Artinya, bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tertentu anak.
Bermain, selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi, juga mempunyai fungsi sosial dan emosional. Mulai bermain anak merasakan berbagai fungsi sosial dan emosional. Mulai bermain anak merasakan berbagai pengalaman emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga dan lain-lain. Melalui bermain anak memahami kaitan dirinya dengan lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tatacara pergaulan. Selain itu kegiatan bermain berkaitan erat dengan perkembangan kognitif anak.[v] Jadi bermain sangat penting dan berpengaruh besar terhadap perkembangan psikologi anak. Karena dalam bermain juga terjadi proses belajar. Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman.
Bermain merupakan salah satu ciri pendidikan usia dini yang paling tepat. Pelatihan, pembelajaran, pembiasaan, dan pendidikan aspek apapun, hendaklah dilingkupi dengan keaktifan bermain. Hal itu akan mengubah kecerdasan otak, kecerdasan emosi dan ketrampilan fisik, yang dilakukan dengan ceria, bebas dan tanpa beban.
Tiada waktu yang paling menyenangkan pada usia dini, kecuali ketika kita sedang bermain. Kak Seto Mulyadi dalam bukunya “Bermain itu penting” menyebutkan bahwa bermain tidak bertentangan dengan kegiatan belajar. Justru dengan bermain sesuai dengan tahap perkembangan anak, sangat membantu proses belajar mengajar.
Kegiatan bermain adalah kegiatan apa saja dalam suasana menyenangkan merupakan kata kunci dalam setiap kegiatan bagi anak. Tanpa suasana yang menyenangkan, kegiatan itu bagi anak tidak berarti apa-apa, waktu mungkin berbiaya mahal. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik dalam menciptakan kegiatan belajar, pelatihan dan pembiasaan hendaknya dalam suasana yang menyenangkan. Dengan demikian, tidak terbebani, tidak memaksa spontan, tanpa paksaan, sesuai dengan gerak hati anak dan mendatangkan secara bervariasi. Dunia anak – anak adalah bermain, kalau kita ingin mendidik, melatih, dan membiasakan anak-anak dengan kemampuan dan keterampilan tertentu, masuklah melalui media bermain.
Dunia anak adalah dunia bermain. Tentu saja dengan bermain itu anak-anak belajar berbagai macam hal. Dengan bermain, berbagai kemampuan dasar anak dikembangkan , seperti :
a.       Keterampilan motorik. Dikembangkan melalui permainan : berjalan, berlari, melompat, meniti, melempar, menangkap, berdiri satu kaki, berjinjit, berguling dan sebagainya.
b.      Kemampuan bahasa dan daya pikir perlu dikuasai, agar anak lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain, mampu memahami hal-hal di sekitarnya. Anak perlu mengerti pembicaraan orang lain dan mampu menyampaikan isi hatinya kepada orang tua.
c.       Kemampuan bermasyarakat atau berhubungan sosial perlu dikuasai, agar anak mampu berdiri sendiri dan bergaul dengan orang lain. Orang tua atau pendidik memberikan kebebasan untuk melakukan berbagai kegiatan, dan bersedia menjawab pertanyaan anak-anak.[vi]
Dedi Supriadi mengutip bahwa sebuah telaah yang dilakukan Broner dan Donalson. Dalam telaah itu ditemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh masa kanak-kanak yang paling awal, yang mana pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain. Karena bermain merupakan kebutuhan psikologis anak yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak, dengan bermain dapat meningkatkan perkembangan intelektual (kognitif) anak serta dapat mengembangkan dirinya, baik pada kreativitas maupun potensinya
Permainan apapun yang dilakukan akan merupakan proses belajar. Semakin beragam gerakan yang ditampilkan, dan segala kebisingan yang diciptakan menunjukkan betapa kuat keinginan untuk belajar. Bila kita memahami kebutuhan bermain anak, tentunya kita dapat merangsang anak sedemikian rupa agar permainan yang diminatinya menunjang keberhasilan proses belajarnya yang memang mendominasi seluruh masa perkembangannya.[vii] Belajar sambil bermain akan menjadikan siswa lebih hidup, nyaman, dan menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan bukan semata-mata pembelajaran yang mengharuskan anak-anak untuk tertawa terbahak-bahak, melainkan sebuah pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara guru dan murid dalam suasana yang sama sekali tidak ada penekanan yang ada hanyalah jalinan komunikasi yang saling mendukung. Pembelajaran yang membebaskan, menurut konsep Paulo Fraire, adalah pembelajaran yang di dalamnya tidak ada lagi tekanan, baik tekanan fisik maupun psikologis. Sebab, tekanan apapun namanya hanya akan mengerdilkan pikiran siswa, sedangkan kebebasan apapun wujudnya akan dapat mendorong terciptanya iklim pembelajaran (learning climate) yang kondusif.[viii] Supaya pembelajaran enjoy dan menyenangkan serta siswa tidak merasa tertekan dan bebas bergerak, maka pembelajaran harus di desain sedemikian rupa, dengan menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, nyaman dan tidak membelenggu siswa, serta bebas dari tekanan dan jauh dari kebosanan atau kejenuhan.
Dalam konsep pembelajaran edutainment, roh pembelajaran ada pada proses pembelajaran yang menyenangkan, nyaman dan mengagumkan serta ada pada bagaimana hubungan antara guru dan murid dapat terjalin dengan pendekatan dedaktik metodik yang bernuansa “Redagonis”. Artinya “interaksi antara guru dan murid tidak dijalin dengan komunikasi yang kaku tetapi harmonis” seperti guru sangat luwes, akrab dan bersahabat sebagaimana teman sendiri. Dengan begitu siswa tidak merasa dibatasi, takut dan bisa berinteraksi dengan bebas dan menyenangkan.
Bermain tidak hanya menyenangkan, tetapi juga dapat meningkatkan perkembangan pertumbuhan peserta didik. Salah satunya adalah peningkatan pemahaman siswa.
Pada umumnya permainan anak merupakan sarana edukatif yang penting dalam pertumbuhan anak-anak. Dengan permainan anak dapat membentuk peradaban dan pemikiran anak kecil. Dengan demikian anak diharuskan untuk bermain baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungannya, mengingat mainan bagi anak-anak memiliki nilai edukatif yang besar. Karena itu, merupakan suatu keharusan untuk memproduksi mainan edukatif dan teknik bagi anak dan memperluasnya.
Tidak mungkin dikesampingkan, bahwa aktivitas bermain bagi anak-anak merupakan suatu proses pendidikan dan pengajaran. Karena mainan mencerminkan sarana yang efektif dan sukses untuk mengaktualisasikan diri, tidak hanya tingkat pendidikan yang merupakan dasar dalam mengembangkan kepribadian yang baik, namun lebih dari itu, pada yang sama aktivitas bermain dapat memberikan pengaruh terhadap kapabilitas anak dan kemampuan akal dan pengetahuan yang mungkin dicermati melalui hasil di sekolah, dilihat dari pemikiran, kekuatan memorinya, imajinasi, dan pengetahuannya tentang berbagai hubungan kausalitas yang membantu anak beraktivitas dan berinovasi.[ix]
Dengan demikian, permainan sangat penting dan bermanfaat dalam kehidupan anak-anak karena ia merupakan sarana alamiah dan spontanitas untuk belajar dan membaca.
Fungsi bermain pada usia dini cukup banyak, antara lain adalah merangsang perkembangan motorik anak, merangsang perkembangan bahasa anak, merangsang perkembangan hubungan sosial anak, mengembangkan emosi anak, mengembangkan kecerdasan nalar atau pikir anak, dan mengembangkan keterampilan fisik dalam arti tangan-tangan. Dan fungsi yang sedemikian penting bagi proses pendidikan anak. Maka semua  ahli pendidikan pra sekolah sangat menganjurkan agar pendekatan pembelajaran, pelatihan, dan pembiasaan dilaksanakan dengan “bermain yang menyenangkan”.
2.      Konsep Dasar Edutainment.
Edutainment dalam perjalanannya menjelma dalam berbagai model seperti Humanizing the Classroom, Active Learning, the Accelerated Learning, Quantum Learning, dan lain sebagainya. Adapun konsep dasar dari masing-masing metode ini adalah :
a.       Humanizing the Classroom
Humanizing sendiri diartikan memanusiakan, the Classroom artinya ruang kelas. Jadi, Humanizing the Classroom secara harfiah berarti memanusiakan ruang kelas. Yang dimaksud di sini adalah bahwa proses pembelajaran guru hendaklah memperlakukan siswa-siswanya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing.
Humanizing the classroom dicetuskan oleh John P. Miller terfokus pada pengembangan model “Pendidikan Efektif”, di dalam kosakata Indonesia yang disebut sebagai “pendidikan kepribadian” atau “Pendidikan Nilai”. Tawaran Miller ini bertumpu pada dorongan siswa untuk : 1). Menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berkembang. 2). Mencari konsep dan identitas diri. 3). Memadukan keselarasan hati dan fikiran.[x]
b.      Active Learning.
Active berarti aktif sedangkan learning adalah pembelajaran. Jadi, active learning adalah pembelajaran aktif. Menurut Melvin I. Silberman, belajar merupakan konsekuensi otomatis dari informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan dan tindakan sekaligus pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka menggunakan otak-otak mereka, mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.[xi]
Belajar aktif merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran dengan komprehensif. Belajar aktif meliputi berbagai cara yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat dapat membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran. Dalam belajar aktif ini juga terdapat teknik-teknik memimpin belajar bagi seluruh kelas, bagi kelompok kecil, merangsang diskusi dan debat, mempraktekkan keterampilan-keterampilan, mendorong adanya pertanyaan-pertanyaan bahkan membuat peserta didik saling mengajar satu sama lain.
Belajar efektif berlaku bagi siapa saja, baik yang berpengalaman atau pemula yang mengajarkan informasi  konsep-konsep dan keterampilan teknik dan non teknis.
Menurut Silberman, cara belajar dengan mendengarkan akan lupa, akan tetapi dengan cara dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengarkan, melihat dan mendiskusikan dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Jadi untuk dapat belajar yang maksimal harus memakai semua cara yaitu dengan cara mendengarkan, melihat, diskusi, melakukan, mengajarkan. Dengan begitu akan tercipta suasana belajar yang aktif.
Belajar yang aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik. Actif learning menyajikan 101 strategi pembelajaran aktif yang hampir dapat diterapkan untuk semua pelajaran.[xii] Dengan 101 strategi pembelajaran tersebut diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan sistematis. Karena 101 teknik-teknik yang digambarkan melalui pengingat kembali belajar aktif merupakan strategi-strategi konkrit yang memungkinkan siswa menerapkan belajar aktif dalam pokok bahasan mereka.
c.       Accelerated Learning.
Accelerated artinya dipercepat, dan Learning artinya pembelajaran. Jadi, the Accelerated Learning artinya pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar pembelajaran ini berlangsung secara cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep ini Dave Mejer menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditori, Visual, dan Intelektual (SAVI).
Robbi Departe menganggap accelerated learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya : hiburan, permainan, corak, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Jadi pengertian accelerated learning disini disebutkan percepatan pembelajaran adalah program belajar efektif lebih cepat dan lebih paham dibanding dengan metode belajar konvensional.[xiii]
Dengan melalui penerapan accelerated learning di kelas, anak-anak (peserta didik) waktu memiliki kemampuan seperti benih yang hendak tumbuh.
d.      Quantum Learning.
Quantum didefinisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Sedangkan arti dari learning suatu belajar atau pembelajaran. Belajar bertujuan untuk meraih sebanyak mungkin cahaya, interaksi, hubungan dan inspirasi, agar menghasilkan energi cahaya. Dengan demikian quantum learning adalah cara pengubahan berbagai macam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar.[xiv]
Dalam quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik percepatan dan NLP dengan teori, keyakinan dan metode tertentu. Menurut Dr. George Lozanov dalam Eksperimennya “Sugestology” atau “Sugestopedi” bahwa sugesti dapat dan pasti mempengetahui situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif maupun negatif. Beberapa teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugesti.
Istilah lain yang hampir dapat dipertukarkan dengan sugestologi adalah “Percepatan Belajar” (Accelerated Learning). Pemercepatan belajar didefinisikan dengan memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan, unsur yang digunakan disini bekerjasama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam Program Neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini memiliki hubungan antara bahasa dan perilaku yang dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif. Faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini juga menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan “Pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.[xv]
Quantum learning mengungkapkan bahwa setiap orang sebenarnya memiliki potensi otak yang sama besarnya dengan Einstein. Tinggal bagaimana kita mengelolanya, tidak ada kata terlambat. Menurut metode quantum learning, terdapat 3 tipe modalitas belajar manusia yaitu tipe Visual, Auditorial, dan Kidestesial. Bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan melakukan pembelajaran yang sesuai maka belajar akan sangat menyenangkan dan memberikan hasil yang optimal. Pembelajaran dapat dilakukan di berbagai tempat dan tidak harus mengambil bentuk kelas di sekolah.
Quantum mengerahkan segenap usaha untuk menemukan cara belajar paling efektif dan cepat. Jadi dengan quantum learning kita belajar dengan cara belajar efektif. Kita akan mendapatkan cara membaca cepat, menghafal cepat, dan menjadi kreatif sesuai dengan cara belajar kita masing-masing.[xvi]
e.       Quantum Teaching
Quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi. Siswa menjadi suatu kesatuan yang integral. Quantum teaching berisi prinsip-prinsip system perancangan pengajaran yang efektif, efisien, dan progrersif, berikut metode penyajiannya untuk mendapatkan hasil belajar yang mengagumkan dengan waktu yang sedikit.
Dalam praktek quantum teaching bersandar pada asas utama “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan full-contact yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran perasaan, dan bahasa tubuh) disamping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola dengan sebaik-baiknya, diselaraskan hingga mencapai harmoni (Diorkestrasi).
Quantum disini adalah interaksi mengubah energi menjadi cahaya. Quantum teaching dengan demikian, adalah pengubahan bermacam-macam yang ada di dalam dan sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.[xvii]
Jadi quantum teaching adalah perubahan belajar yang meraih dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
Secara keseluruhan, prinsip dasar Edutainment adalah bahwa pembelajaran berlangsung menyenangkan, mengasyikkan dan cepat, serta hasilnya memuaskan dan mengagumkan.
Hal inilah yang menjadikan alasan mengapa belajar menggunakan “Edutainment” itu amat penting, dikarenakan ketika anak belajar dalam situasi atau kondisi yang menyenangkan (belajar melalui bermain) maka mereka bisa belajar dengan sebenar-benarnya belajar.
3.      Pendekatan pembelajaran edutainment
Dalam metode pembelajaran Edutainment, terdapat beberapa pendekatan belajar yaitu Somatik, Auditori, Visual dan Intelektual atau lebih dikenal dengan istilah SAVI. Ke empat cara belajar ini harus ada agar berlangsung optimal. Karena unsur-unsur ini semuanya terpadu, belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan. Adapun dalam pengelolaan dengan menggunakan cara belajar SAVI ini, yaitu:
a.       Cara Belajar Somatic.
“Somatic” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh (soma). Jadi, belajar somatic berarti belajar dengan menggunakan indra peraba, Anesthetic, praktis yang melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Atau dikenal dengan istilah Kinesthetic (gerakan). Somatic disini juga dinamakan dengan “learning by moving and doing” (belajar dengan belajar dan bergerak) jadi cara belajar somatic adalah pola pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek gerak tubuh atau belajar dengan melakukan.[xviii] 
Untuk merangsang pikiran tubuh, ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktifitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik, akan membantu pembelajaran pada setiap peserta didik.[xix] Jadi antara tubuh dan otak (pikiran) adalah satu dan harus saling mengiringi, karena pikiran tersebar di seluruh tubuh dan terbukti tubuh tidak akan bergerak jika pikiran tidak beranjak.
Somatic melibatkan aktivitas fisik selama berlangsungnya aktivitas belajar. Duduk terlalu lama, baik di dalam kelas maupun di depan komputer akan dapat menghasilkan tenaga. Akan tetapi jika berdiri, bergerak kesana kemari, dan melakukan sesuatu secara fisik dari waktu ke waktu membuat seluruh tubuh terlibat, memperbaiki sirkulasi otak dan meningkatkan pembelajaran.
b.      Cara Belajar Auditori.
Auditori adalah belajar berbicara dan mendengarkan atau dikenal dengan istilah “Learning By Talking And Learning”.[xx] Jadi belajar auditif adalah cara belajar yang menekankan pada aspek pendengaran. Peserta didik akan cepat belajar jika materi yang disampaikan dengan ceramah atau alat yang dapat didengar.
Pikiran Auditori yang kita miliki akan lebih kuat dari pada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi Auditori, bahkan tanpa kita sadari. Dan ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif.
Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi seluruh auditori yang kuat dalam diri siswa, maka usahakan mencari cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Suruh mereka menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara, atau dengan membaca keras-keras secara dramatis.[xxi] Dengan cara ini setidaknya siswa lebih mudah mengingat dan dapat belajar dengan cepat jika materinya disampaikan secara belajar auditori. Karena dengan belajar auditori  dapat merangsang kortes (selaput otak), indera dan motor (serta area otak lainnya) untuk memadatkan dan mengintegrasikan pembelajar (siswa).
c.       Cara belajar visual.
Visual disini diartikan belajar dengan mengamati dan menggambarkan atau disebut dengan istilah “Learning By Observing And Picturing”. Adapun cara belajar siswa adalah cara belajar yang menekankan pada aspek penglihatan. Peserta didik akan cepat menangkap materi pelajaran jika disampaikan dengan tulisan atau melalui gambar.
Ketajaman visual sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indera yang lain. Faktanya orang-orang yang menggunakan pencitraan (simbol) untuk mempelajari teknis dan ilmiah memperoleh nilai 12 % lebih baik untuk ingatan jangka pendek dibanding dengan mereka yang tidak menggunakan pencitraan, dan 2 % lebih baik untuk ingatan jangka panjang. Dalam hal ini berlaku bagi setiap orang tanpa memandang usia, etnis, gender atau gaya belajar yang dipilih.
Setiap orang terutama pembelajaran visual lebih mudah belajar jika dapat “melihat” apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Bagi pelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika merek sedang belajar. Teknik-teknik lain yang bisa dilakukan semua orang terutama siswa dengan keterampilan siswa yang kuat adalah dengan mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip atau makna dari apa yang dicontohkan.
Visual mencakup melihat, menciptakan dan mengintegrasikan segala macam citra komunikasi visual lebih kuat dari pada komunikasi verbal karena manusia mempunyai lebih banyak peralatan di kepala mereka untuk memproses informasi visual dari pada indera lainnya.
d.      Cara belajar intelektual
Kata “intelektual” menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun diri.
Jadi intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman mental, fisik, emosional dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah sarana yang di gunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman dan pemahaman menjadi kearifan.[xxii] Peserta didik akan menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga ia mempunyai kesempatan untuk membuat suatu refleksi penghayatan, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang dipelajari. Pengalaman belajar juga hendaknya menyediakan proporsi yang seimbang antara pemberian informasi dan penyajian terapannya.
Intelektual juga disebut dengan “Learning By Program And Reflecting” maksudnya yaitu belajar dengan pemecahan masalah. Jadi cara belajar intelektual adalah cara belajar yang lebih menekankan pada aspek penalaran atau logika. Dan peserta didik akan cepat menangkap materi jika pembelajaran dirancang dengan menekankan pada aspek mencari solusi pemecahan.
Jika dalam pelatihan belajar sisi intelektual belajar dilibatkan maka kebanyakan orang dapat menerima pelatihan yang banyak memasuki unsur bermain, tanpa merasa pelatihan tersebut dangkal, kekanak-kanakan atau hambar.
Pada intinya belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI (Somatic, Auditori, Visual dan Intelektual) diterapkan dalam suatu peristiwa pembelajaran. Jadi dalam pembelajaran eduataiment sangat diperlukan pendekatan SAVI, agar pembelajaran yang sejati dapat berlangsung dan dapat meningkatkan pembelajaran pada semua peserta didik.


Edutainment Sebagai Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam.

Oleh Mohammad Sholeh Hamid,S.Pd dalam Bukunya yang berjudul Metode Edutainment
Adapun penerapan dari konsep pembelajaran yang menyenangkan dan menghibur atau edutainment, selayaknya kepada para guru untuk memperhatikan modalitas belajar siswanya. Sehingga seorang guru harus memiliki berbagai macam metode dan strategi untuk dapat mewakili secara keseluruhan akan keberagaman modalaitas belajar siswanya. Akan tetapi pada dasarnya, sebuah proses pembelajaran akan berlangsung baik jika berada dalam kondisi yang baik dan menyenangkan. Seperti halnya Islam memandang suatu proses pembelajaran, dan telah dilakukan oleh Rasulullah saw, bahwa rasa senang dan bahagia memainkan peran yang manakjubkan dalam diri seseorang, dan memberikan pengaruh kuat dalam jiwanya.
Berdasar pada kajian histori dan ajaran-ajaran Islam yang tertuang di dalam al-Qur’an dan Hadits, proses pembelajaran seharusnya diterapkan dengan memenuhi aspek berikut ;
1.  Memberikan kemudahan dan suasana gembira.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana akrab antara guru dan siswa serta antar siswa yang satu dengan yang lain. Dan agar keakraban tersebut dapat terjalin tentunya harus dengan mengadakan komunikasi yang ramah dalan suasana belajar. Dan dalam komunikasi tersebut seyogyanya menggunakan ucapan dan perilaku yang halus dan lembut. Sehingga dapat memperlakukan siswa dengan penuh kasih sayang, dan suasana keakraban tersebut dapat terjadi pula dengan adanya perasaaan gembira yang ditimbulkan dari sedikit gurau dan canda.
2.  Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dalam pendidikan Islam, upaya menciptakan lingkungan yang kondusif dalam belajar, telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Yang antara lain dengan :
a.             Memlih waktu yang tepat dan memperhatikan keadaan pembelajar.
b.            Mengajar dengan selektif dan disesuaikan dengan peserta didik.
3. Menarik minat.
Menggugah minat anak didik diperlukan pembukaan yang menarik dalam langkah-langkah mengajar agar perhatian dan minat mereka bisa terfokus kepada materi yang akan disampaikan. Upaya untuk menarik perhatian dapat dilakukan dengan cara berikut ;
a.       Melakukan komunikasi terbuka, yakni guru mendorong siswanya untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan pelajaran yang di sajikan, sehingga dapat menjadi apersepsi dalam pikirannya.
b.      Memberikan pengetahuan baru.
c.       Memberikan model perilaku yang baik.
4.  Menyajikan materi yang relevan.
Menunjukkan bahwa materi pelajaran itu relevan dan penting bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.       Memvisualisasikan tujuan pembelajaran.
b.      Meyakinkan peserta didik akan pentingnya materi.
c.       Mengulang penjelasan untuk memperkuat materi yang disampaikan.
5. Melibatkan emosi positif dalam pembelajaran.
Seperti halnya teori pembelajaran quantum, keterlibatan emosi positif dalam pembelajaran seperti rasa senang akan berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran.
6. Melibatkan semua indra dan pikiran.
Proses pembelajaran, seyogyanya bersifat menyeluruh, dengan aplikasi fisik dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Sebab belajar berdasarkan aktivitas, secara umum lebih efektif dari pada yang didasarkan pada presentasi.
7. Menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
8. Memberikan pengalaman sukses.
9. Merayakan hasil.

 

Pengelolaan Pembelajaran melalui metode Edutainment

Pengelolaan pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Edutainment bisa didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang didesain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung menyenangkan. Konsepedutainment pertama kali digunakan di dunia hiburan, oleh The Walt Disney Company. Saat ini edutainment digunakan dan dikembangkan oleh produsen mainan anak, pengelola tempat hiburan, media, dan lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Ada 4 (empat) prinsip yang menjadi karakteristik dari konsep edutainment dalam pembelajaran antara lain:
a. Menjembatani proses belajar dan proses mengajar
b. Pembelajaran edutainment berlangsung dalam suasana kondusif dan menyenangkan yang didasari 3 asumsi:
1) Perasaan gembira akan mempercepat pembelajaran, sedangkanperasaan negative, seperti terancam, takut, sedih, merasa tidak mampuakan memperlambat belajar bahkan menghentikannya.
2) Jika seseorang menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, maka akan menghasilkan lompatan prestasi belajar.
3) Dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat yang mengakomodir gaya dan   keunikan belajar siswa, maka belajar akan dapat dioptimalkan.
c. Menempatkan anak sebagai pusat sekaligus subyek pendidikan. Pembelajaran diawali dengan menggali dan memahami kebutuhan anak.
d. Pembelajaran yang lebih humanis.
Disini anak yang masih belajar di bangku Sekolah Dasar mempunyaicara belajar yang berbeda ataupun menggunakan carannya sendiri. Terkadangguru dan orang tua kerap mengajarkan anak sesuai jalan pikiran orang dewasa.  Akibatnya apa yang diajarkan orang tua tidak bisa diterima oleh anak. Gejalaini tampak dari banyaknya hal yang disukai oleh anak, tetapi dilarang olehorang tua, sebaliknya banyak hal yang disukai orang tua tidak disukai anak.
Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebenarnya jalan pikiran orangdewasa dan anak itu berbeda. Dengan demikian dalam pengelolaan pembelajaran  edutainmentdiharuskan bisa menjadikan anak- anak merasa senang, nyaman,enjoi dan fun dalam mengikuti proses pembelajaran. Dikarenakan jika sekolah menggunakan model konvensional proses pembelajaran nya akan berbeda, baik dari segi keterampilan siswa maupun keaktifan siswa. Karena disekolah- sekolah pada umumnya dirasa menjadikan anak belum bisa percaya diri dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya, dimana di sana hanya menerapkan materimateri saja tanpa langsung terjun kelapangan. Akan tetapi pembelajaran dengan metode edutainment ini siswa akan langsung terjun kelapangan dengan mempraktekan sesuai apa yang telah dipelajari sebelumnya, dengan tujuan agar siswa bisa selalu mengingat dan bisa selalu menerapkan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam pengelolaan pembelajaran di sekolah kreatif, pembelajaran edutainment ini memberikan kebebasan penuh terhadap guru dalam menggunakan metode yang bervariasi yang dianggap sesuai dengan tema yang akan diajarkan. Sehingga guru tidak terikat dengan satu metode saja. Guru bisa  menggunakan beberapa metode secara bergantian bahkan secara bersamaan dalam satu pertemuan.
Mengingat pentingnya pembelajaran yang menyenangkan, maka di sekolah perlu dibuat suatu pengelolaan pembelajaran dengan desain modelpembelajaran baru yang nanti nya dapat meningkatkan kreativitas danmeningkatkan hasil belajar siswa. Sebagaimana kita ketahui dalam metode pembelajaran ataupunpengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yaitu strategi pembelajaran dan media pendidikan sebagai alat bantu dalam mengajar. Dan hal tersebut dapat diketahui bahwa kedudukan media pendidikan, strategi pembelajaran sebagai alat bantu mengajar ada dalam satu lingkungan yang diatur oleh guru.
Pembelajaran mempunyai fungsi dan peran untuk mengatur hubungan yang efektif antara dua belah pihak dalam proses belajar mengajar yaitu siswa dan isi pelajaran. Dengan kata lain Guru adalah sebagai Mediator untuk memberikan isi pelajaran kepada siswa, sama halnya dengan model pembelajaran edutainment yaitu suatu proses pembelajaran yang didalam nya berisi muatan pendidikan dan hiburan sehingga pembelajaran di dalam nya nanti akan terasa menyenangkan.dimana seorang guru ketika menjelaskan materi yang diajarkan tidak hanya dengan ceramah namun juga dengan memberikan permainan- permainan yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Belajar melalui bermain untuk mengaspirasikan emosi siswa melalui kegiatan tersebut yang kemudian diajak mengerjakan materi pelajaran pada saat itu.
 Mengenal benda dan obyek secara konkret dengan pembelajaran di luar kelas, memberikan ruang gerak yang cukup dan mendorong berkembangnya daya nalar dan kreativitas anak. Oleh karena itu, guru tidak hanya dituntut untuk membekali dirinya dengan segudang ilmu pengetahuan dan keterampilan, baik dalam penyampaian materi maupun metode dan alat bantunya, tetapi juga dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan tentang dasar pengetahuan, cara mengajar yang bisa membuat anak merasa senang, metode kreatif dan variatif dalam penyampaian pelajaran serta pengetahuan dan pengalaman yang luas.dan semua materi yang diajarkan kepada siswa tidak hanya berpacu pada satu atau dua buku, akan tetapi disini guru boleh mendapat referensi dari mana saja baik dari buku ataupun dari internet.
Namun tugas seorang guru tidak hanya berhenti disitu saja, akan tetapi juga dalam mengelola ruang kelas yang digunakan, hendaknya merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruang kelas yang penuh berbagai produk hasil karya siswa yang beragam, seperti lukisan, foto, karangan, patung dan karya- karya lain, akan mudah merangsang daya pikir dan kreatif siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model edutainment merupakan suatu proses pembelajaran khususnya dalam segi peranan guru. Dan hal ini sangat terlihat pada proses belajar mengajar di dalam maupun diluar kelas pada  materi pelajaran apa saja yang setiap materi yang akan di bahas dikaitkan dengan realita yang ada

Sumber:
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2258053-pengelolaan-pembelajaran-melalui-metode-edutainment/#ixzz2NbjV4OCr